Beranda | Artikel
Hikmah Penciptaan Jin dan Manusia
Sabtu, 22 April 2017

oleh : Syaikh Abdullah bin Humaid rahimahullah

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada nabi-Nya al-Amin (yang terpercaya). Semoga tercurah pula kepada para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari pembalasan.

Wa ba’du.

Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki dari mereka sedikit pun rezeki, dan Aku juga tidak menginginkan agar mereka memberikan makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia lah Yang Maha memberi rezeki dan pemilik kekuatan lagi maha kokoh.” (adz-Dzariyat : 56-58)

Allah ta’ala mengabarkan bahwasanya Dia tidaklah menciptakan jin dan manusia secara sia-sia. Tidak meninggalkan mereka terlantar dan sia-sia, tanpa diperintah dan tanpa dilarang. Allah berfirman (yang artinya), “Apakah kalian mengira bahwasanya Kami menciptakan kalian dalam keadaan sia-sia dan kemudian kalian tidak dikembalikan kepada Kami.” (al-Mu’minun : 115)

Apakah kamu mengira bahwa Allah menciptakanmu dengan sia-sia, senda gurau, atau main-main belaka? Tidak demikian. Akan tetapi Allah menciptakan kamu untuk beribadah kepada-Nya. Allah perintahkan kamu untuk beribadah kepada-Nya. Allah perintahkan kamu untuk mentauhidkan dan taat kepada-Nya. Allah juga mengabarkan bahwa kamu akan dikembalikan kepada-Nya. Dan bahwasanya Dia akan membalasmu atas amal-amalmu. Apabila baik balasannya juga kebaikan, dan apabila buruk balasannya juga keburukan.  

Allah subhanahu tidak menciptakan makhluk dalam rangka menambah kemuliaan karena kehinaan diri-Nya, juga bukan dalam rangka memperbanyak pengikut karena sedikitnya orang yang taat kepada-Nya. Bahkan Dia Maha Kaya lagi tidak membutuhkan segala sesuatu selain-Nya. Sesungguhnya Allah menciptakan mereka supaya mereka beribadah kepada-Nya semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Karena inilah diutus para rasul dan diturunkan kitab-kitab serta karena itu pula dihunuskan pedang-pedang di medan jihad. Hal itu semuanya dilakukan dalam rangka menegakkan ibadah kepada Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya.

Berbeda dengan keadaan orang yang beribadah kepada selain Allah, seperti orang-orang yang membuat bangunan-bangunan megah di atas kuburan. Dimana mereka memohon kepadanya sebagai tandingan bagi Allah. Mereka menyembelih untuknya. Mereka bernadzar dan meminta segala kebutuhan kepadanya. Dan kepadanya mereka meminta keselamatan dari musibah. Inilah syirik yang sebenarnya yang bertentangan dan merusak tauhid yang terkandung di dalam ayat ini (yang artinya), “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56) 

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Itulah Rabb kalian, bagi-Nya seluruh kerajaan. Adapun segala sesuatu yang kalian seru/sembah selain-Nya sama sekali tidak menguasai apa-apa walaupun hanya setipis kulit ari. Apabila kalian menyeru mereka maka mereka tidak mendengar seruan/doa kalian. Seandainya mereka bisa mendengar maka mereka tidak bisa memenuhi permintaan kalian. Dan pada hari kiamat nanti mereka akan mengingkari perbuatan syirik kalian. Dan tidak ada yang bisa memberitakan kepadamu seperti Dzat yang maha teliti.” (Fathir : 13-14)

Maka ayat ini meruntuhkan segala sosok yang dijadikan sebagai sesembahan oleh para pemuja kuburan baik itu para wali, nabi-nabi, para malaikat, dan orang-orang salih. Ayat ini membantah penyimpangan mereka dari empat sisi :

Pertama : Firman-Nya (yang artinya), “Dan segala sesuatu yang kalian seru selain-Nya tidak menguasai apa-apa walaupun hanya setipis kulit ari.” Artinya barangsiapa yang beribadah kepada Ahmad al-Badawi (sosok yang dikeramatkan, pent). Kamu menyembelih untuknya atau bernadzar karenanya, dan kamu buat megah kuburannya. Maka sesungguhnya dia itu tidak menguasai apa-apa, bahkan walaupun hanya setipis kulit ari (qithmir).

Qithmir (kulit ari). Apakah itu? Itu adalah selaput halus yang berada di lapisan biji kurma. Bukankah kamu melihat ada lapisan selaput halus di atas biji kurma. Inilah yang disebut dengan qithmir. Sesungguhnya orang-orang yang sudah mati itu (wali, nabi, dst, pent) tidak menguasai apa-apa; apakah itu qithmir (selaput halus), tidak pula fatil (benang halus). Lalu bagaimana mungkin kamu menyembelih untuk mereka, bernadzar kepada mereka, kamu meminta kepada mereka berbagai kebutuhan dan keselamatan dari malapetaka?! Inilah kesesatan yang sebenarnya.

Kedua : Firman-Nya (yang artinya), “Jika kalian menyeru mereka niscaya mereka tidak bisa mendengar doa kalian.” Mereka itu orang-orang yang datang ke kuburan Husain atau Badawi atau Abdul Qadir atau Sayyidah Zainab atau yang lainnya. Sesungguhnya mereka semua itu tidak bisa mendengar doa dari orang yang menyerunya. Mereka -para pemuja kubur- itu datang di sisi kuburnya seraya mengatakan, “Penuhi kebutuhan kami, penuhi kebutuhan kami.”

Ayat tersebut menegaskan bahwasanya :

[Pertama] : Sesembahan mereka itu tidak menguasai apa-apa bahkan walaupun hanya suatu lapisan kulit yang sangat tipis yang berada di atas biji buah-buahan.

[Kedua] : Dia/sesembahan itu juga tidak bisa mendengarmu, dan tidak mengetahui keadaanmu. Dan dia pun tidak tahu-menahu akan doamu itu. Dia juga tidak mampu memberikan kemanfaatan kepadamu dan tidak pula bisa menyingkirkan bahaya darimu.

Ketiga : Firman-Nya (yang artinya), “Dan kalau seandainya mereka bisa mendengar pasti mereka tidak bisa memenuhi permintaan kalian.” (Fathir : 14) maksudnya apabila diandaikan atau diumpamakan mereka bisa mendengar doa dari orang yang meminta kepadanya maka sesungguhnya mereka juga tidak bisa mendatangkan manfaat kepadamu atau menolak bahaya yang akan menimpamu selama-lamanya [tidak akan mampu].

Keempat : Firman-Nya (yang artinya), “Dan pada hari kiamat nanti mereka akan mengingkari syirik yang kalian kerjakan.” (Fathir : 14). Artinya sesembahan itu akan berlepas diri darimu. Seolah-olah dia mengatakan, “Wahai Rabb, kami tidak menyadari ibadah yang dia kerjakan kepada kami.” Dia akan berlepas diri/cuci-tangan darimu, dan kamu pun akan berlepas diri darinya.    Akan tetapi aduhai betapa jauhnya, betapa jauhnya [penyesalan di hari itu tiada lagi berguna, maksudnya, pent]. Allah berfirman (yang artinya), “Ingatlah ketika berlepas diri orang-orang yang diikuti dari orang-orang yang mengikuti, dan mereka pun melihat azab, dan terputuslah diantara mereka jalinan sebab/hubungan kecintaan.” (al-Baqarah : 166)

Ayat ini telah menunjukkan batilnya apa-apa yang dijadikan sebagai sesembahan tandingan oleh orang-orang itu baik berupa orang salih, wali ataupun nabi-nabi. Allah melalui ayat ini telah membantah kesesatan mereka dari empat jalur ini.

Ayat-ayat al-Qur’an sangat banyak yang serupa dengannya. Diantaranya di dalam firman Allah ta’ala (yang artinya), “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang-orang yang berdoa kepada selain Allah sesuatu yang tidak bisa menjawab permintaannya sampai hari kiamat, dan mereka itu pun lalai dari doa yang ditujukan kepadanya. Dan apabila umat manusia kelak dibangkitkan maka mereka itu justru menjadi musuh bagi penyembahnya. Dan mereka pun mengingkari ibadah yang dilakukan oleh para pemujanya.” (al-Ahqaf : 5-6)

Serupa dengan ayat yang lain (yang artinya), “Apakah mereka hendak membuat sekutu dari sesuatu yang tidak menciptakan apa-apa sementara mereka itu pun makhluk yang diciptakan. Dan mereka juga tidak bisa menolong bagi dirinya [yang meminta] dan tidak pula mampu untuk memberikan pertolongan untuk diri mereka sendiri.” (al-A’raaf : 191-192)

Artinya bagaimana mungkin kamu mengangkat sekutu/sesembahan tandingan bagi Allah sesuatu yang tidak mampu untuk mencipta. Padahal dia itu juga makhluk dan ciptaan yang ditundukkan dan dipelihara oleh Allah. Dia/sesembahan itu tidak mampu menolongmu. Tidak mampu mendatangkan manfaat, dan tidak pula menolak musibah/bahaya yang akan menimpamu. Bahkan dia juga tidak bisa memberi manfaat untuk dirinya sendiri. Atau sekalipun hanya untuk menolak bahaya yang akan menimpa dirinya, juga tidak mampu.

Dengan demikian maka kamu bisa mengetahui bahwa membuat bangunan-bangunan megah di atas kuburan dan meminta berbagai bentuk kebutuhan kepada penghuni kubur, menyembelih untuk mereka, atau bernadzar untuknya; ini semua adalah perbuatan syirik yang sebenarnya. Sebagaimana telah ditunjukkan oleh al-Qur’an al-‘Aziz. Sesungguhnya yang bisa mendatangkan manfaat dan menolak bahaya hanya Allah. Sebagaimana di dalam kisah yang dialami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perang Uhud. Ketika itu kepala beliau terluka. Dan wajahnya mengalirkan darah. Dan gigi serinya pun patah. Darah pun mengalir di atas wajahnya. Sementara beliau mengusap darah itu dari wajahnya. Lantas beliau berujar, “Bagaimana akan beruntung, suatu kaum yang tega melukai kepala nabi mereka.” (HR. Muslim)

Maka Allah pun menurunkan ayat (yang artinya), “Bukanlah milik/kekuasaanmu sedikit pun dari urusan itu.” (Ali ‘Imran : 128). Artinya segala sesuatu ada di tangan Allah. Rasul sendiri tidak bisa menolak bahaya [yang ditakdirkan menimpanya], dan tidak bisa pula mendatangkan manfaat [yang tidak ditakdirkan diperolehnya]. Bahkan segala urusan itu ada di tangan Allah.

Wallahu a’lam. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Muhammad, segenap pengikutnya dan seluruh para sahabatnya.

# Sumber : al-Fatawa wa ad-Durus fil Masjid al-Haram, hal. 64-67

Keterangan :

Syaikh Abdullah bin Humaid –rahimahullah– adalah seorang ulama besar di Saudi Arabia. Beliau pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Pengadilan dan Ketua Konferensi Fiqih Islam di Rabithah al-‘Aalam al-Islami dan anggota Lembaga Ulama Besar Saudi Arabia. Beliau juga mengajar di Masjidil Haram Mekkah. Beliau hidup pada tahun 1329 H – 1402 H.  

Salah seorang putra beliau yaitu Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid hafizhahullah sekarang ini juga menjadi seorang ulama besar di Saudi Arabia dan menjabat sebagai imam dan khatib di Masjidil Haram. Semoga Allah memberikan balasan pahala sebesar-besarnya kepada para ulama kita dan menjadikan kita orang-orang yang bisa memetik faidah ilmu dan amal dari keterangan-keterangan yang mereka sampaikan.


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/hikmah-penciptaan-jin-dan-manusia-2/